Thursday, September 08, 2005

Nubuat Para Nabi di Blog, Carpenters dan Apakah Diriku Seorang Desperado Yang Sudah Terlambat ?

Oleh : Bambang Haryanto
Email : epsia@plasa.com



MINDSET KAUM BLOGGER. Hari ini, 25 Agustus 2005, aku menapaki hari pertama untuk memasuki umur 53 tahun. Pagi-pagi aku bergairah menulis untuk milis komunitas BlogFam yang antara lain aku ingin mengabarkan sisi-sisi positif budaya interaksi antarkaum blogger. Aku ingin mengutip isi artikel John Ellis di majalah Fast Company (April 2002).

Majalah .Fast Company ini pernah aku pergoki di toko buku QB, Jl. Sunda, dekat Sarinah, Jakarta Pusat. Kalau majalah dalam negeri seharga belasan ribu rupiah, majalah ini sampai 125 ribu. Sementara majalah Harvard Business Review, hingga 300 ribu. Terlalu maha berat untuk bisa terjangkau kantong wong Wonogiri ini.

Menurut John Ellis, berbeda dibanding mindset para pengelola media cetak atau situs web, para blogger rata-rata berasumsi bahwa pembaca blognya adalah as smart as they are, if not smarter, secakap dirinya atau bahkan melebihinya.

Kasus kecil yang pernah aku alami : aku pernah agak lancang dengan mengirimkan email untuk usil mendiskusikan suatu tulisan kepada wartawan yang bersangkutan. Ada yang dijawab dengan nada tinggi, tetapi kebanyakan tidak pernah dijawab sama sekali. Itulah beda kontrasnya trait, karakter, antara pengelola “media lama” dengan kaum blogger. John Ellis menulis lagi :

Bloggers spend most of their time engaged in constant communication with their readers. In so doing, they create a network of sources who are always on the lookout for interesting articles, columns, stories, and items.

Kaum blogger menghabiskan sebagian besar waktunya untuk terlibat dalam komunikasi secara teratur dengan para pembaca situs-situs blognya. Dengan demikian antarmereka terbentuk suatu jaringan sumber informasi yang senantiasa memantau artikel-artikel baru, tulisan kolom, cerita dan hal-hal lainnya yang menarik.

Jaringan sumber informasi, network of sources itu saya bahasakan sebagai jaringan pulau-pulau cendekia. David Weinberger, pakar Internet Amerika, punya istilah small pieces, loosely joined, yang kemudian menjadi judul bukunya. Menurutnya, berkat Internet kini pelbagai pulau itu bisa secara mudah terintegrasi satu dengan lainnya. Komunitas BlogFam kita ini, adalah representasi dari network of sources itu, bukan ?

Dalam blog saya, Esai Epistoholica No. 9/September 2004 berjudul Nubuat Nabi-Nabi Tertulis Di Tembok-Tembok Subway telah saya tuliskan :

“Pulau-pulau cendekia yang kecil-kecil itu akan berdampak dahsyat bila tergabung dalam sebuah jaringan. Akumulasi pengetahuan, pengalaman (terlebih lagi, seperti kata ibu Asrie M. Iman, seorang epistoholik senior dari Jakarta, pengalaman yang hanya bisa didapatkan melalui perjalanan waktu), keahlian sampai kearifan, nantinya berharga sebagai rujukan atau pos informasi tempat kita untuk saling bertanya, meminta nasehat, berbagi informasi, saling menyemangati dalam menempuh kehidupan di dunia, yang dalam nyanyian Karen Carpenter disebut sebagai a restless world, dunia yang gelisah.

Dunia yang gelisah, dunia yang membutuhkan nubuat nabi-nabi. Di tahun 1970-an duo legendaris Simon & Garfunkel dalam lagu Sound of Silence mencoba memberi petunjuk, dikutip sebagai judul tulisan ini : the words of the prophets are written on the subway walls. Siapa tahu, di era Internet ini, akan ada penyanyi lain yang menggubah lagu dengan lirik baru : tentang nubuat nabi-nabi yang tertulis dalam situs-situs blog masa kini.”


INDAHNYA DANUBE BIRU JOHANN STRAUSS. Setelah memposting, aku keluyuran menjelajahi blog warga BlogFam lainnya. Saya sengaja mengunjungi situs blognya Zeventina, di mana pemiliknya adalah sebagian dari fenomena keajaiban Internet yang aku pergoki akhir-akhir ini.

Sekadar cerita, pada artikelku di blog Esai Epistoholica No. 26/Agustus 2005 yang berjudul Menari Bersama Jerangkong : Blogger, Lurker, dan Miduk Dalam Kenangan Seorang Epistoholik, pada bagian akhir aku tuliskan kalimat : “Melalui situs blog ini, tarian jerangkong saya, tarian perayaaan bagi kebebasan jiwa itu, bisa saya kabarkan kepada dunia.”.

Dunia pun rupanya bermurah hati menanggapinya. Melalui kebaikan hati seseorang yang sebelumnya tidak pernah aku kenal sama sekali, dan bahkan secara geografis antara kita terpisah ribuan kilometer jaraknya. Tetapi berkat Internet, dirinya telah sudi menuliskan komentar yang encouraging untuk tulisan saya di atas. Dia yang baik hatinya itu adalah Tina. Saya harus membalas kebaikannya, dengan mengunjungi situs blognya.

Blognya Tina cerah-ceria. Menyejukkan hati dan mata. Tina meracik blog indahnya tersebut dari Ulm, kota industri di tepian sungai Danube (ingat nomor indahnya Johann Strauss, Blue Danube?) di negara bagian Baden-Württemberg, Jerman. Pasukan Napoleon tercatat pernah meluluh lantakkan bala tentara Austria di kota ini pada tahun 1805. Ulm adalah pula kota kelahiran fisikawan termashur, Albert Einstein. Hmmm, gara-gara Tina, aku jadi belajar tentang kota Jerman dan juga Ulm....

Blog Tina tampil elegan. Dihiasi foto pemiliknya yang cantik dan menawan. Pemotretnya pasti profesional. Artisnya juga dong :-). Kalau boleh berkomentar, aku menyayangkan hadirnya ornamen bintang dalam foto Tina tersebut. Menurutku kok justru merusak dan memecah fokus. Silakan berkunjung, Anda akan disambut puisinya Tina yang indah dan menebarkan optimisme :


If you can look at the sunset and smile,
then you still have hope.

If you can find beauty in the colors of a small flower,
then you still have hope.

If you can find pleasure in the movement of a butterfly,
then you still have hope.

If receiving an unexpected card or letter still brings a pleasant surprise,
then you still have hope.


(Ini favorit saya, karena tiba-tiba, tak disangka blog saya ketiban komentar menyenangkan dari seseorang yang tak aku kenal, dari Jerman sana....)

Lanjutan puisinya Tina masih puanjang,
indah-indah, makin bernas dan inspiratif!


PS : Apa Tina itu masih punya hubungan famili dengan penulis Amerika terkenal, Studs Terkel ? Nama ini pernah muncul selintas dalam sitkom Friends, tertera di sampul buku yang dipegang oleh dosen dinosaurus, Ross Geller. Studs Terkel terakhir menulis buku Hope Dies Last: Keeping the Faith in Difficult Times . Apakah Tina terinspirasi dari buku ini atau sebaliknya ? Ditunggu cerita-ceritanya.


WE’VE ONLY JUST BEGUN. Setelah menorehkan komentar (pemajangan asesori kotak komentar untuk blog, saya sudah tahu sumbernya, tetapi aku masih gaptek untuk mencobanya di blogku !), aku menelusuri para pengunjung blognya Tina. Tina rupanya memang figur yang populer di jagat blogosfir.

Aku men-klik salah satu nama, yaitu “Emil”, dan segera di bawa menuju blog Emil Mansur yang berpangkalan di kota Karlsruhe, masih juga di Jerman. Pria Jakarta dan lulusan ITB ini sedang kuliah (atau bekerja ?) di kota pada tepian sungai Rheine di Jerman bagian barat.

Sebagai pendukung tim sepakbola nasional Jerman sejak tahun 1974, sekaligus tim Bayern Muenchen, saya tahu kota Karlsruhe adalah tempat kelahiran salah satu pemain tim nasional Jerman yang saya sukai : Thomas Hassler. Pemain yang posturnya kecil ini, 168 cm, adalah eksekutor untuk bola-bola mati yang mematikan !

Isi blog Emil Mansur antara lain menceritakan peristiwa pernikahannya dengan Sandra, di Bandung. Saya pun, setelah memuji penampilan blognya (karena blog-blogku memang polos, tanpa asesori, ibaratnya masih hidup di jaman pak Flintstone !) tergerak pula untuk ikut mengucapkan selamat untuk pengantin baru itu. Saya selipkan rayuan agar mereka sudi menyimaki isi lagunya Carpenters, We’ve Only Just Begun. Lagu wajib yang teramat indah untuk para pengantin baru.

Lagu ini menurut Robert T. Kiyosaki dalam bukunya yang berjudul Rich Dad’s Guide To Investing : What The Rich Invest In, That The Poor and Middle Class Do Not ! (2000), telah ia daulat sebagai soundtrack semangat jaman bahwa dunia kita ini baru mulai. Kiyosaki merujuk sinyalemennya itu kepada isi iklan lembaga keuangan sohor Meryll Lynch yang terpasang sehalaman penuh pada koran-koran AS tanggal 11 Oktober 1998, yang memproklamasikan bahwa dunia baru berusia 10 tahun.

Mengapa baru 10 (kini : 17) tahun ? Sebab baru sekitar sepuluh tahun Tembok Berlin dirubuhkan. Pembongkaran Tembok Berlin adalah peristiwa yang digunakan oleh para sejarawan ekonomi untuk menandai akhir abad Industri dan awal Abad Informasi.

Robert T. Kiyosaki menulis : “Karen dan Richard Carpenter menyanyikan sebuah lagu besar We’ve Only Just Begun. Bagi mereka yang mengira mereka terlalu tua untuk mulai dari nol lagi, ingatlah selalu bahwa Kolonel Sanders mulai dari nol lagi pada usia 66 tahun. Keunggulan yang kita miliki dibandingkan Kolonel Sanders adalah kita semua sekarang hidup di Abad Informasi, di mana yang penting adalah seberapa muda kita secara mental, bukan seberapa tua kita secara fisik.”

Bagiku, ucapan Kiyosaki tersebut dan lagunya Carpenters ini memang indah dan sarat makna :


We've only just begun to live
White lace and promises
A kiss for luck and we're on our way

Before the rising sun we fly
So many roads to choose
We start out walking and learn to run

Sharing horizons that are near to us
Watching the signs along the way
Talking it over just the two of us
Working together day to day, together

And yes we're just begun to live


Di warnet SalsaNet, setelah merampungkan kuajiban untuk komunitas BlogFam, juga mengucapan terima kasih ke Tina, aku masih penasaran terhadap isi situs yang memuat foto-foto upacara pemakaman yang bertajuk
In Memoriam Bambang Haryanto itu.

Bayangkan : seseorang yang namanya sama dengan diriku telah meninggal dunia. Foto-foto prosesi dan upacara pemakamannya dipajang di media berskala global, Internet.

Apalagi setelah mengopi foto-fotonya dalam format lebih besar, aku semakin terperanjat : Bambang Haryanto itu orang Wuryantoro, Wonogiri. Melihat ciri-ciri lingkungan pemakamannya, aku yakin adalah makam yang sama tempat kakekku, Kasan Luwar, dan pakdeku, Juhar, juga disemayamkan.

Peristiwa aneh dan luar biasa ini telah aku tuliskan dalam Esai Epistoholica No. 27/Agustus 2005 – Blog, Internet dan Kematian : Menurut Yahoo Namaku Telah Meninggal Dunia Tetapi Seseorang Di Paris Juga Telah Mencatatnya.


LOVE IS SURRENDER. Malamnya, dalam acara Selekta Malam di Radio Solopos FM (103.00 Mhz), selepas jam 22 malam, aku mengirimkan SMS meminta lagu. Tentu saja, lagunya Carpenters. Penyiarnya saat itu adalah Yanto Martono. Radio ini studionya berada satu gedung dengan koran Solopos, di Solo. Antara Solo dan Wonogiri dipisahkan jarak sekitar 32 km.

Beberapa malam sebelumnya, aku mendapat telepon kejutan dari Yanto Martono ini. Gara-gara malam itu aku mengirim teka-teki mengenai judul lagunya Carpenters, yang aku ubah dalam bahasa Jawa.

Aku tulis : Tresno Iku Pasrah Bongkokan. Silakan tebak. Sudah pula aku beri isyarat, clue, yaitu kata Love is....

Saat Yanto menelepon, dirinya langsung bilang : “Menyerah...”. Kami lalu terlibat obrolan di saat jeda, sementara radionya masih mengudarakan lagu. Akhirnya aku bocorkan jawabannya : Love Is Surrender.

Mungkin terinspirasi oleh situs yang memajang foto-foto penguburan, aku meminta lagunya Carpenters yang agak “berisik”, Deadman’s Curve. Lagu ini termuat dalam album Now And Then. Aku juga mengajukan pilihan lain, lagu yang lebih manis dan mesra, salah satu dari album Made In America, yaitu Those Good Old Dreams :

It's a new day for those good old dreams
One by one it seems they're comin' true
Here's the morning that my heart had seen
Here's the morning that just had to come through

Same old stage but what a change of scene
No more dark horizons, only blue
It's a new day for those good old dreams
All my life I dreamed of lovin' you


Ternyata lagu yang diputar, menjelang acara Selekta Malam itu berakhir, adalah lagu Carpenters yang lain. Lagu ini belum pernah aku dengar sebelumnya. Judulnya, Desperado. Terjemahannya : penjahat yang nekad, bandit atau bajingan. Lagu ini aslinya dibawakan Eagles, 1973. Judul yang sama juga menjadi judul film yang dibintangi Antonio Banderas dan Salma Hayek.

Liriknya, oh, merujit-rujit nurani. Mencabik-cabik hatiku. Mengapa Yanto Martono bisa “pas” menemukan lagu satu ini ? Apakah ia sengaja memilihnya, untuk menyindirku dan hidupku ? Apakah ada sesuatu getar-getar kosmis di Atas Sana yang telah menuntunnya, karena lagu ini kemudian berubah menjadi sebuah “wahyu” pencerahan bagiku ?

Impian-impian lama yang indah mengenai keinginan untuk mencintai seseorang, dan sebaliknya, yang pernah terjadi tetapi tidak bisa lestari atau justru kandas sebelum mulai, kini menghadapkanku pada realitas yang lebih rough dan nyata. Antara lain ketika kini waktu tak lagi punya kompromi. Semua konsekuensi itu terjadi, karena diriku adalah seorang desperado selama ini ?


Desperado
Why don't you come to your senses
You been out ridin' fences
For so long now

Oh, you're a hard one
But I know that you've got your reasons
These things that are pleasin' you
Can hurt you somehow

Ya – dalam hal tertentu, saya adalah seseorang yang berkepala batu. Idealis. Perfeksionis. Soliter. Walau pun demikian saya juga memiliki alasannya. Tetapi juga dengan jujur mengakui tatkala seorang Marina Margaret Heiss ketika menulis profil seorang INTJ (Introverted, iNtuitive, Thinking, Judge), profil yang mendekati diriku dalam tes Humanmetrics, telah menyebutkan sisi kelemahan INTJ. Katanya, hubungan pribadi, terutama yang romantis, merupakan tumit Achilles, pengapesan, atau kelemahan pokok dari sosok INTJ ini.

Kata Heiss,walau INTJ mampu memberikan perhatian secara mendalam bagi orang lain (sedikit dan terpilih), bersedia berkurban waktu dan usaha dalam membina hubungan, tetapi pengetahuan dan rasa percaya diri yang mengantarnya mampu meraih sukses dalam bidang tertentu tiba-tiba justru merusak atau menyesatkan dalam situasi hubungan antarpribadi.

Hal ini sebagian terjadi akibat kaum INTJ itu tidak memahami ritus sosial. Misalnya, mereka cenderung memiliki kesabaran yang tipis dan kurang memahami pentingnya hal-hal “remeh temeh” seperti mengobrol atau pun merayu, di mana sebagian besar orang menganggapnya sebagai setengah dari keasyikan sesuatu hubungan.

Lebih membuat rumit lagi, sosok INTJ seringkali adalah seseorang yang penyendiri, through this world all alone, tanpa emosi, hingga mudah sekali untuk menjadi korban “salah baca” dan mudah pula disalahfahami.

Freedom, ah freedom
That's just some people talkin'
You're prisoners walkin'
Through this world all alone

Masalah paling pokoknya, tegas Heiss lebih lanjut, sosok INTJ menginginkan orang lain berperilaku masuk akal. Hal ini jelas menjerumuskannya untuk berlaku naif. Alih-alih dirinya berusaha melimpahi seseorang dengan kasih sayang dan empati dalam hubungan yang romantis, kaum INTJ justru mengharapkan hal-hal yang logis, serba langsung, dan terus terang.

Desperado
Why don't you come to your senses
Come down from your fences
Open the gate

Aku memang masih terkungkung di balik jeruji penjara. Penjara buatanku sendiri. Penjara yang aku anggap sebagai istana. Pintu gerbang hati saya untuk cinta, setelah Miduk pergi sampai Thya pergi, aku masih saja trauma untuk membukanya. Padahal itu terjadi sudah lama sekali. Bahkan mereka sendiri pun pasti sudah pula melupakannya.

Desperado
Oh you ain't gettin' no younger
Your pain and your hunger
They're drivin' you home

Ya. Benar - aku jelas tidak muda lagi. Hari ini aku menjalani hari pertama untuk melangkahkan kakiku menuju usia 53 tahunku. Di dunia masa kini yang begitu memuja kemudaan, bertambahnya umur seringkali bukan hal yang mudah untuk diterima dengan ikhlas dan legawa. Anda juga selalu pengin awet muda ?

Komedian Bob Hope pernah mengajukan rahasia cespleng agar seseorang selalu awet muda. Katanya, “Saya punya rahasia agar saya selalu awet muda. Saya berbohong tentang umur saya sebenarnya”.

Sementara itu tokoh ayah kaya dari Robert T. Kiyosaki, seperti yang ia ungkapkan dalam bukunya Rich Dad’s Guide To Investing (2002), telah memberi wawasan lain yang menarik mengenai bagaimana seseorang menyikapi usia.

“Secara fisik kamu pasti akan lebih tua, tapi itu tidak berarti secara mental kamu akan lebih tua. Jika kamu ingin awet muda lebih lama, pakai saja ide-idemu yang lebih muda. Orang-orang menua atau ketinggalan zaman karena mereka berpegang pada jawaban-jawaban benar yang sebenarnya adalah jawaban-jawaban lama”

Apakah ucapan Kiyosaki tersebut merupakan sebuah pain killer yang berguna ? Juga bagiku ? Yang pasti, akhirnya setiap orang memang bebas untuk memilih. Boleh memilih sikap pesimistis atau sikap optimistis dalam menjalani hidup ini. Carpenters masih menyanyi :

It may be rainin'
But there's a rainbow above you

Anda lebih memilih menggerutu karena jatuhnya hujan ?
Atau memilih takjub saat menikmati keindahan sebentuk lengkung pelangi ?

Bagiku, ucapan Kiyosaki dan baris akhir lirik lagu Desperado-nya Carpenters masih memberiku secercah sinar optimisme :

You better let somebody love you
You better let somebody love you
Before it's too late



Wonogiri, 25/8-5/9/2005.

2 comments:

  1. Duh pakde.. surprise sekali baca namaku disebut-sebut di blog ini..

    Bagaimana kalau aku tersanjung? Hue..hue.. gawat kan pakde?

    Btw, terimakasih banyak..

    Ada puisi buat pakde2 seluruh Indonesia, he..he..

    Kala usia beranjak pergi
    Hati seperti terusik
    Mengapa harus menjadi tua?
    Belum cukup rasanya
    Menikmati kemudaan
    Menikmati masa penuh kegilaan

    Namun waktu memang harus pergi
    Detik demi detik harus berlalu

    Saat ini, saat usia senja
    Bukanlah tanpa arti
    Setidaknya diri sendiri
    Yang harus memberinya arti
    Tak ada kata terlambat
    Untuk memulai sesuatu

    "Kesempurnaan manusia sejati bukan terletak pada apa yang dimilikinya, bukan pada usianya, melainkan bagaimana dirinya.."

    ReplyDelete
  2. salut deh sama pakde...!!
    berbobot,,,,
    salam kenal deh pakde

    ReplyDelete