Friday, September 23, 2005

Carpenters, Man Smart, Woman Smarter dan Kenangan Untuk Ibu

Oleh : Bambang Haryanto
Email : epsia@plasa.com



I LOVE YOU, POPCORN ! Anda kaum perempuan dan termasuk kelompok mayoritas yang kini selalu merasa terintimidasi oleh teknologi, simaklah gambaran aktivitas rutin Anda di pagi hari, di masa depan yang tak terlalu jauh ini. Untuk kaum pebisnis, simaklah kata-kata berhuruf miring di bawah ini. Lalu persiapkanlah diri Anda untuk siap-siap menyabet subjek bersangkutan menjadi lahan bisnis Anda di masa depan. Bisnis untuk melayani kaum perempuan, bisnis signifikan di masa depan !

"Saat ini pukul 06.00 dan elektroda pembangun saya dengan lembut menyadarkan saya. Lima belas menit sebelumnya, Intel smart home saya telah mengembuskan aroma vanila dengan aromaterapi jahe ke dalam kamar saya. Untuk menaikkan semangat saya pada hari yang diramalkan akan mendung dan berawan.

Lebih banyak jahe ditambahkan hari ini karena sensor bantal saya (dibuat oleh Sun Microsystems, yang menjual dengan positioning, “Awali Hari Anda Dengan Sedikit Sun” (matahari) mendeteksi rendahnya imunitas pada sistem darah saya, tanda awal akan terserang flu.

Di latar belakang, lemari baju otomatis saya memilihkan baju untuk saya, berdasarkan laporan cuaca dan semua saran yang diberikan oleh penganalisis mimpi pada bantal saya.

Saat saya memasuki kamar mandi, laporan pagi Sony yang telah dikostumisasi milik saya melaporkan secara lengkap berita setempat mau pun global (dipilihkan sesuai dengan bidang yang saya minati), e-mail suara, dan daftar pekerjaan saya hari ini.

Laporan pagi saya termasuk pesan produk yang ditata dengan cermat : informasi lembut dari Amazon.com yang memberi tahu saya kalau penyanyi jazz kesayangan saya, Chet Baker, telah meluncurkan CD terbarunya ; pesan dari United Airlines yang meminta saya memerikasa email hari ini karena kemungkinan penerbangan sore saya ke California ditunda akibat kabut ; dan peringatan dari TwinLab agar saya meminum vitamin penambah daya tahan tubuh dan formula herbal berdasarkan pindaian bantal saya semalam.

Sementara itu, di kamar sebelah putri saya bersiap untuk pergi ke sekolah. Perlengkapan Internet-nya menyajikan laporan pagi yang telah terkostumisasi, termasuk jadwalnya hari ini dan pengingat pekerjaan rumah, ciptaan Disney. Dia juga bisa melacak jalur bus sekolahnya hingga dia bisa tiba di pemberhentian bus pada saat yang tepat...

Usai sarapan pagi ia berjalan membawa Smart Backpack buatan Apple. Saat dia mengambilnya, sebuah suara kecil mengingatkannya, “hari ini tak ada pelajaran fisika, jadi tak usah membawa e-book beratmu itu, kecuali kau mau belajar di ruang belajar pukul 14.00. Dan, kau melupakan sabuk karatemu”

Fantastis ?

Itulah masa depan. Itulah paparan Faith Popcorn, konsultan pemasaran dan peramal tren pasar, bersama Lys Marigold dalam bukunya EVEolution : 8 Secrets of Marketing to Women (2000).

Saya sudah lama suka sama Faith Popcorn. Ketika di tahun 80-an kita banyak dihebohkan oleh ramalan masa depan oleh John Naisbitt dan Patricia Aburdene dengan buku sohornya, Megatrends, saya lebih suka mengamati dan mencoba mencerna isi buku Clicking, yaitu bukunya Faith Popcorn yang terbit terdahulu.

Paparan di atas adalah ilustrasi dari Kebenaran Ketiga dari EVEolusi, yang mereka kemukakan, dalam memasarkan produk atau jasa kepada wanita. Kebenaran itu berbunyi : “Jika Dia (Wanita) Harus Bertanya, Sudah Terlambat”. Katanya, untuk bisa berhasil memasarkan kepada wanita, Anda harus mengerti apa yang membuat wanita senang.

Tetapi Anda tahu apa yang membuat perempuan senang ? Apa sih yang diinginkan oleh wanita ?

Kalau Anda merasa pusing mencari jawabnya, Anda tidak sendirian. Bahkan seorang sekaliber Sigmund Freud (1856-1939), psikiater Austria dan penemu psikoanalisis, pernah curhat berat begini : The great question that has never been answered and which I have not yet been able to answer, despite my thirty years of research into the feminine soul, is "What does a woman want?'".

Pertanyaan terbesar yang tak pernah terjawab dan yang belum bisa saya jawab meski saya telah tiga puluh tahun melakukan penelitian ke dalam jiwa wanita adalah, “Apa yang diinginkan wanita ?”

Faith Popcorn menggertak lagi, yang bisa membuat kaum pria dan pebisnis jadi ciut nyali. Katanya : Jika Anda menunggu sampai wanita mengutarakan pikirannya, coba tebak ? Anda terancam dicampakkan. Apakah Anda seorang pacar, suami, bos, bawahan, atau merek !


KOMPUTER SI BIANG KEROK. Salah satu industri yang dituduh berat tidak mengetahui kemauan atau kebutuhan kaum perempuan adalah industri komputer. Julie Connelly di majalah bisnis bergengsi Fortune (14/11/1994) menulis kolom berjudul “Why I Fear and Loathe My Computer” yang provokatif.

Perhatikan ucapannya, betapa ia terus terang merasa takut dan benci kepada komputer. Julie pun mengaku dirinya sebagai pengidap teknofobia. Takut teknologi. Fenomena ini bersifat universal. Salah satu akibat sampingnya, kaum perempuan seringkali pula menjadi objek guyonan bila dikaitkan dengan teknologi informasi.

Sebagai pengkaji dan penggemar komedi jenis yang cerdas dan bermutu, saya rada beruntung bisa mengajak Anda mengunjungi situs blognya John Hendrawan yang shio-nya sama dengan saya ini. Insinyur kimia yang kini berburu jutaan riyal di Doha, ibukota negara kaya minyak Qatar, rupanya suka mengoleksi lelucon seputar perempuan dan komputer. Saya petikkan beberapa di bawah ini. Untuk kaum Hawa yang tersinggung, silakan protes kepada Hendra. Bukan kepada saya.

Wanita INTERNET,
Wanita yang sulit diakses...

Wanita SERVER,
Selalu sibuk saat Anda butuhkan...

Wanita WINDOW,
Semua orang tahu bahwa dia tidak dapat melakukan sesuatu dengan baik, namun tak seorang pun yang bisa hidup tanpanya...

Wanita E-MAIL,
Tiap sepuluh hal yang dia katakan, maka yang delapan adalah bualan...


Saya tidak tahu apa reaksi Julie Connelly bila membaca lelucon tadi. Tetapi dirinya yang merasa terteror oleh teknologi, nyatanya tidaklah sendirian. Menurut riset Dell Computer, sebanyak 55 persen warga Amerika resisten atau terkena fobi bila berurusan dengan produk-produk teknologi.

Jangan menganggap fobi ini hal main-main. Sebab seorang Jack Welch, CEO dari General Electrics, juga tidak pernah memakai komputer pribadinya. John Akers, boss IBM, memang memiliki komputer di kantornya tetapi tak pernah menyentuhnya sama sekali. Gene Amdahl, pendiri Amdahl Corp. dan yang menelorkan komputer mainframe IBM System/360, juga tidak pernah menggunakan komputer. “Saya goblog memakai papan ketik. Saya tak pernah belajar”, akunya.

Anda tahu, seorang David Beckham juga buta komputer ? Ketika melongoki toko buku Newslink di Terminal 1 Bandara Changi Singapura, Januari 2005, saya pergoki buku menarik. Buku tentang bintang sepakbola Inggris yang glamor, suami dari Victoria “Spice Girls” Adams, dan kini bermain di Real Madrid itu. Sebelumnya saya pernah baca-baca biografi Beckham yang berjudul My World (2000). Salah satu isi buku yang saya curi baca di Changi itu berbunyi :

“Pertanyaan : Bagaimana Anda tahu kalau komputer Anda baru saja dipakai David Beckham ? Jawab : Banyak bekas Tipp-Ex di monitornya !”

Buku tersebut memang buku kumpulan lelucon tentang Beckham. Termasuk melucukan istrinya, yang penyanyi dengan kaki belalangnya yang menawan itu. Saya kadang muter CD-nya saat ia dan kelompok Spice Girls konser bersama Luciano Pavarotti dan kawan-kawan untuk anak-anak korban perang di Liberia. Konser di kota Modena, Italia, 1998, diramaikan pula oleh Celine Dion, The Corrs, Eros Ramazzoti, Florent Pagny, Jon Bon Jovi, Natalie Cole, Pino Daniele, Stevie Wonder, Trisha Yearwood sampai Vanessa Williams.

Lelucon tentang istrinya Beckham itu berbunyi : “Kapan Victoria Adams bernyanyi dengan suara fals ? Pada semua lagu-lagunya !”.


KARTINI JANGAN TERBUNUH DI SEKOLAH. Fobi terhadap komputer yang diidap Julie Connely dan jutaan warga AS jelas bukanlah lelucon. Tahun lalu, menjelang Hari Kartini 2004, saya telah menulis artikel untuk Harian Suara Merdeka (20/4/2004). Judulnya, “Kartini Jangan Terbunuh Di Sekolah”. Intinya, saya mempersoalkan betapa banyak perempuan tidak mampu mengakses dan menggunakan peranti teknologi informasi akibat dari bias jender yang terjadi.

Majalah Newsweek satu dekade lalu , edisi 16 Mei 1994, memajang laporan utama mengenai kesenjangan jender di dunia teknologi tinggi, yaitu komputer. Mengutip laporan LIPI-nya AS, National Science Foundation, jumlah lulusan sarjana ilmu komputer berbanding 3-1 untuk keunggulan pria, dan angka itu semakin melebar. Fenomena yang kurang lebih sama juga terjadi di Indonesia.

Siti Nur Aryani (2004), mengutip kajian BPPT, memperkirakan kaum perempuan Indonesia yang memanfaatkan Internet pada tahun 2002 hanya 24,14 persen. Sementara itu peran kaum Kartini kita pun dalam ketenagakerjaan TI lebih dominan pada posisi administratif, seperti menangani surat elektronik, memasukkan data, atau operator komputer.

Masih sedikit perempuan pada posisi tenaga ahli dan profesional, apalagi dalam struktur pengambilan keputusan dalam industri TI. Bahkan menurut pengalamannya, tidak banyak perempuan berperan sebagai ilmuwan komputer dan programmer.

Simpulnya, penyebab dari gambaran suram di atas, antara lain, akibat masih kuatnya cengkeraman kesenjangan jender di dunia industri dan akarnya mudah ditemui ketika Kartini-Kartini muda kita duduk di bangku sekolah.

Kevin Treu, Professor Ilmu Komputer dari Furman University, South Carolina, AS (Technology & Learning, 5/1997), menyebutkan bahwa ilmu komputer dikarakterisasikan dengan apa yang disebut sebagai efek pipa ledeng. Semula tidak ada perbedaan prestasi antara pelajar laki-laki dan perempuan dalam mata pelajaran komputer di tingkat sekolah dasar. Mereka sama-sama menunjukkan minat yang tinggi.

The Pluto Institute, lembaga penelitian media di AS, pada tahun 1996 mengukuhkan hal yang sama ketika mengeluarkan buku putih berjudul Perempuan dan Revolusi Digital. Mereka melakukan kajian terhadap 140.000 perempuan AS dari tingkat pra-sekolah, kelas 1 SD, 5 SD, 2 SLP, 3 SLA dan tingkat mahasiswa, mengenai persepsi mereka tentang teknologi informasi (TI).

Hasilnya menggembirakan.

Ketika diajukan pertanyaan, apakah perempuan mampu seperti halnya lelaki dalam berurusan dengan informasi digital, sebanyak 23 persen menjawab sama mampu, 2 persen kurang mampu dan 75 persen mengatakan lebih mampu. Sebanyak 80 persen menyatakan bahwa revolusi digital memberikan peluang bagi kaum perempuan yang semula belum terbuka untuk mereka dan 20 % menyatakan sebaliknya. Ketika didesak mengapa, 6 persen tidak menjawab dan 94 persen menyatakan karena teknologi tidak mengenal jender.

Contoh menarik : simaklah sosok Emy Maslina Zubaiti. Gadis remaja kelahiran 1 November 1991 ini duduk di bangku kelas II SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah, di desa Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah. Di rumahnya yang berdinding kayu rapuh, anak dari Ismanto (43) yang tukang servis mebel dan Latifah (37) yang penjual jamu gendong, tiap hari bisa bersibuk-ria merancang animasi bersuara di komputernya. Emy, komputer, keluarganya dan kehidupannya sehari-hari telah menjadi subjek esai foto yang menyentuh, karya wartawan foto Harian Kompas Eddy Hasby di Kompas Minggu (15/5/2005 : 12).

Bahkan di sekolahnya, yang tidak jauh dari rumahnya, Emy juga terbiasa mengakses Internet untuk memanfaatkan account emailnya, emy123@plasa.com, guna menyapa dan disapa oleh dunia.

Sekolah Emy adalah sekolah alternatif yang pantas dibanggakan. Karena mampu menjangkaukan akses anak didiknya yang berasal dari keluarga berpenghasilan minimal sehingga mampu memiliki perangkat teknologi informasi, komputer, sebagai sarana belajar dan berpikir mereka. Dengan cara mencicil, seribu rupiah tiap harinya. Persoalan klasik kemudian muncul, bagi Emy dan teman-teman perempuan sebayanya, apakah mereka akan juga beruntung di masa depan ?


KOMPUTER ITU BARANG PRIA ! Kita belum tahu. Sebab dalam realitas, seperti analisis Kevin Treu, pada setiap tingkat proses pendidikan peserta perempuan bila terkait dengan interaksinya dengan teknologi informasi, semakin banyak yang berguguran. Di tingkat SLTA semakin sedikit pelajar putri terjun dalam aktivitas memakai komputer, misalnya keikutsertaannya dalam lomba pemrograman.

Ketika berkuliah, semakin sedikit mahasiswi mengambil jurusan ilmu komputer dibanding teman prianya. Akibatnya, makin sedikit pula perempuan yang mengambil jalur pasca-sarjana di bidang ilmu komputer, demikian juga ketika terjun berkarier sesudahnya.

Kesenjangan jender itu, menurut Treu, terjadi akibat kuatnya prasangka subtil yang mendera kalangan siswa perempuan selama duduk di bangku pendidikan. Contohnya, kalau anak-anak lelaki dibiarkan oleh orang tuanya untuk bermain-main lumpur, tetapi anak perempuannya diharuskan bersih dan rapi, hanya boleh bermain dengan bonekanya. Anak perempuan juga sering ditakut-takuti mengenai angkernya pelajaran sains dan matematika, tidak hanya oleh sekolah, tetapi juga oleh orang tua mereka.

Beragam isyarat atau teror halus yang tidak direncanakan itu, baik ditunjukkan oleh kalangan guru, baik pria atau pun wanita, dan juga orang tuanya, berdampak terciptanya harapan yang lebih rendah bagi kalangan pelajar perempuan untuk terpacu menguasai teknologi.

Sarah Douglas, professor ilmu komputer dari Universitas Oregon, dalam eksperimennya memajang komputer yang telah diisi aneka program menarik dalam sebuah bursa kerja. Tujuannya untuk mengenalkan profesi-profesi baru yang belum populer dikenali para mahasiswi. Hasilnya saat itu, tak ada satu pun mahasiswi yang singgah di kiosnya.

Ketika ditanya, para mahasiswi itu menjelaskan bahwa komputer itu “barang” dan “dunia” kaum pria, di mana ketika mereka ingin mencoba memasukinya, mereka akan diusir dan dilecehkan. Akibatnya, para perempuan muda terdidik itu menjadi frustrasi dan akhirnya minatnya pun menjadi mati.

Mencoba memperbaiki keadaan, Kevin Treu merancang ulang mata kuliah Pengantar Komputasi dan Ilmu Komputer yang diajarkannya. Tujuan kuliah tetap, tetapi isinya mengalami perubahan, kini dengan sentuhan yang lebih ramah terhadap perempuan. Ketika membahas sejarah komputasi, ia tekankan pentingnya kontribusi kaum perempuan dalam pengembangan ilmu komputer.

Misalnya, salah satu programer komputer yang pertama adalah seorang perempuan. Dia adalah Ada Lovelace yang bekerja bersama Charles Babbage pada tahun 1800 saat merancang komputer mekanis yang pertama.

Kalau selama ini kalangan laki-laki selalu menganggap komputer sebagai peralatan mandiri yang canggih, sementara itu kaum perempuan lebih cenderung mengharapkannya sebagai alat yang berguna secara praktis dan relevan bagi kepentingannya sehari-hari.

Merujuk hal itu, Treu kemudian merancang mata pelajaran praktik yang melibatkan bahasan manfaat komputer dalam kehidupan nyata. Perubahan ini berimbas pada perubahan suasana dan aktivitas kelas. Ia mendorong mereka untuk bekerjasama dalam sebuah tim, memaksimalkan pengalaman sosial masing-masing dalam memecahkan masalah dan meminimalkan pola kerja individualis yang penuh persaingan, pola kerja yang tidak disukai kaum perempuan.

Perubahan dalam materi kuliahya termasuk ditambahkannya pelajaran etika dan kajian mengenai semakin pentingnya peran komputer dalam aktivitas bekerja jarak jauh (telecommuting), bedah jarak jauh dan pendidikan.

Riset menunjukkan bahwa kalangan perempuan lebih tertarik bila dibukakan pemahamannya mengenai manfaat komputer sebagai sarana untuk menolong orang lain dan mempersatukan mereka. Lanskap dunia teknologi informasi pun kemudian berubah !


PEREMPUAN KINI PRIMADONA ! “It’s Not Just E-Male : Multimedia is hot, and these women are at the top of the game”, demikian salah satu judul artikel dari majalah Working Woman (June 1996) yang terbit spesial mengupas teknologi informasi. Simak pengantarnya yang berkobar-kobar sikap optimismenya :

Inilah industri tanpa kaum mapan. Industri yang tidak dikangkangi koneksi para kaum lelaki. Tidak ada langit-langit gelas yang harus dipecahkan. Multimedia, yang meliputi Internet, CD-ROM dan TV Interaktif, merupakan boom lahan kerja teknologi tinggi untuk kaum perempuan.

Pekerjaannya tidak berkutat seputar penulisan kode-kode program yang hanya dimengerti oleh komputer dan para pemrogram lainnya, melainkan menciptakan isi yang mampu merenggut atensi para pakar dan juga pemula, seperti situs Web yang menawan, CD-ROM yang mengundang aksi petualangan dan program TV interaktif yang menyerap perhatian.

Titik beratnya bertumpu kepada keterampilan yang melimpah ruah dimiliki kaum perempuan : penulisan, desain, juga pemasaran. Semua yang mencebur dalam bidang ini adalah para pionir. Mereka itu (untuk detilnya, manfaatkan mesin penelusur Google) antara lain :

Kim Polese. Connie Connors. Caitlin Curtin. Shelley Day. Michelle DiLorenzo. Esther Dyson. Lucie Fjeldstatd. Deborah Forte. Jessica Helfand. Stacy Horn. Roberta Katz. Susan Lammers. Liza Landsman. Ilene Lang. Jane Metcalfe. Sherry Miller. Sally Nardick. Nancy Rhine. Sharleen Smith. Victoria Wayne. Ann Winblad.

Di antara mereka, saya agak mengenal sama Esther Dyson. Salah satu pendiri Electronic Frontier Foundation dan putri maha fisikawan Freeman Dyson. Kolom sindikasinya pernah muncul di Kompas, menggantikan kolomnya Nicholas Negroponte. Sayang, baru beberapa kali muncul, tidak dilanjutkan. Saya juga suka sama Sherry Miller yang memiliki slogan unik : Wanita Tertua Di Web.

Untuk Anda yang berminat memoles isi blog atau webnya agar semakin menawan, simak nasehat Sherry Miller di bawah ini :

“Kebanyakan isi gagal karena tidak tampil sebagai sebuah cerita. Oleh karena itulah saya membaca novelnya Stephen King dan Tom Clancy – dan mempelajarinya secara osmosis, ketimbang memakai teknik analisis atau dekonstruksi, untuk menyerap daya dan dampak dari penceritaan. Saya juga membaca materi populer yang dimuat di koran, majalah dan juga buku-buku untuk menghayati apa saja yang mereka baca”

Kalau saya boleh menambahkan daftar perempuan mempesona di atas, antara lain dengan nama-nama : Patricia Beckmann. Stephanie Bergman. Bonnie Bracey. Janette Bradley. Mala Chandra. Jayne Cravens. Karan Eriksson. Ruann Ernst. Carly Fiorina. Roberta Furger. Mary “ThirdMedia” Furlong. Megan Gaiser. Doreen Galli. Monika Henzinger. Louise Kirkbride. Joan Korenman. Mie-Yun Lee. Mari Matsunaga. Katharine Mieszkowski. Carol Muller . Ann Navarro. Netochka Nezvanova. Evelyn Pine. Tracey Pettengill. Ardith Ibanez Rigby. Sharron Rush. Aliza “Cybergrrl” Sherman. Tiffany Shlain. Barbara Simons. Meg “Ebay” Whitman. Julie Wainwright. Tracy Wilen.

Daftar perempuan yang berkiprah di dunia teknologi informasi, jelas akan semakin panjang. Seorang ilmuwan perempuan Indonesia, Dr. Karlina Leksono-Supelli, pernah dalam wawancara di harian Republika (5/10/1997), dengan lantang bilang : “Bila wanita menguasai teknologi, pria bisa tersaingi”. Pernyataan ini jelas sesuai dengan isi nyanyiannya Carpenters, Man Smart, Woman Smarter :

Let us put man and woman together
And see which one is smarter
Some say man, but I say no
The women got the man like a puppet show

It ain't me, it's the people that say
The men are leadin' the women astray
But I say, that the women today
Are smarter than men in every way

Well, that's right, the women are smarter
That's right, the women are smarter


LALU APA MANFAAT PRIA ? Kalau di masa depan kaum perempuan semakin cakap dan bahkan melebihi kaum laki-laki, oh, betapa makin susahnya menjadi laki-laki. Apakah nasib lelaki nantinya hanya seperti pejantan laba-laba Janda Hitam, yang setelah memenuhi kuwajiban seks lalu habis dimakan oleh sang betinanya ?

Coba simak pula pendapat tokoh wartawan dan feminis Amerika Serikat, pendiri majalah Ms., Gloria Steinem (1934- ) yang mengatakan, “perempuan tanpa laki-laki ibarat ikan tanpa sepeda !”

Apa mangsud Anda, mbak Gloria ?

Ketakutan lelaki terhadap perempuan pernah mencuat saat peristiwa heboh yang terjadi di Grinnel College (Iowa, AS), tahun 70-an. Saat itu perwakilan majalah Playboy hendak memaparkan topik mengenai filosofi majalahnya. Sebagian yang hadir adalah para mahasiswi, mereka sengaja datang dengan telanjang bulat. Mereka bersiteguh agar perwakilan dari Playboy, yang seorang lelaki, untuk tampil bertelanjang juga. Pria tersebut kabur.

Margaret “Wanita Besi” Thatcher yang Perdana Menteri Inggris (1979 -1990) pernah bilang, “Dalam politik, bila untuk berbual-bual bicara, pilihlah pemimpin pria. Tetapi bila ingin tugas dituntaskan, pilihlah wanita”

“Bila dikaji menurut kriteria panjangnya usia, daya tahan terhadap penyakit dan stres, kemampuannya menyesuaikan diri dengan lingkungan dan sebagainya, maka lelaki merupakan fihak yang lebih lemah di antara dua jenis seks” – kata Landrum B. Shuttles, M.D., Ph.D.

Nancy Reagan (1923– ), bintang film dan istri Presiden AS, Ronald Reagan, bilang : “Perempuan itu ibarat kantung teh celup – hanya dalam air panas Anda jadi tahu betapa kuat diri mereka”

Ibu saya almarhumah Sukarni, yang sampai mempunyai anak 11 orang, satu meninggal, gemar melucu di rumah juga di panggung dengan riasan sebagai Petruk dalam acara organisasi istri tentaranya, serta suka menulis surat yang panjang-panjang untuk saya, sering saya lupakan untuk tercatat sebagai perempuan yang mengagumkan.

Tetapi saya sebagai bujangan tua, kini saya merasa sulit untuk mengakhiri atau meneruskan tulisan ini. Apalagi mengambil kesimpulan. Mungkin ini merupakan sinyal jelas betapa memang tidak mudah untuk memahami kaum perempuan.

Bagi saya, dirinya bisa hadir fragile e innocente seperti anak merpati yang baru keluar dari cangkang telurnya, nampak rapuh ketika merintih “peluk aku”, tetapi di kesempatan lain mampu membuat hati lelaki ini hancur berkeping-keping karena saya tak dikaruniai mukjijat mind reader untuk mengetahui apa mau dirinya. Faith Popcorn memang benar, “Jika dia (wanita) harus bertanya, sudah terlambat”.

Dalam suasana limbung, mungkin seperti Freud yang bingung, aku menjadi tertarik menyimak komentar John Hendrawan tentang wanita setelah ia memposting tulisan “Dunia Komputer dan Wanita” di situs blognya sendiri. Angka-angka yang ada dalam pernyataan di bawah ini adalah tambahan dari saya :

“Ahhh aku yg duluan kasih koment..aku suka (1) wanita karier, (2) pinter, (3) sibuk dan (4) asik di ajak diskusi...!!”

Bolehkah saya berbisik kepadanya ?

“John, mungkinkah Anda kini lagi terbius oleh budaya Timur Tengah, tempat Anda bekerja kini? Di dunia yang semakin terspesialisasi, cita-cita Anda tersebut sungguh luar biasa. Benarkah Anda nyata-nyata ingin melakukan poligami ? Sekaligus dengan empat istri ?Bayangkan bila nama-nama mereka itu Arlene, Ophelia,Rita dan Katrina !”



Wonogiri, 19-23 September 2005

2 comments:

  1. Dear ,Pak Bambang haryanto

    wah bahagia sekali blog dan namaku di muat di tulisan pak Bambang haryanto...walah2 mimpi opo iki semalem ..hehehhe
    makasih banyak pak bambang..
    saya salah satu pembaca setia tulisa2 bapak ,salut banget ,..
    salam dari qatar pak

    ReplyDelete
  2. wah panjang sekaleee... jarang2 saya mau baca tulisan sepanjang ini, :)

    ReplyDelete